Goffman menggambarkan interaksi sosial sebagai suatu
pertunjukan teater dimana masing-masing orang bertindak dalam “jalur” tertentu.
“Jalur” itu adalah sejumlah tindakan verbal dan nonverbal yang dipilih secara
hati-hati untuk mengekspresikan diri. Tentu saja “jalur” ini dapat berubah dan
suatu situasi ke sitasi lain menurut derajat kepentingan yang dimliki individu.
Menurut Goffman bahwa salah satu aturan dasar interaksi
sosial adalah komitmen yang saling timbal-balik diantara individu-individu yang
terlibat mengenai peran (role) yang harus dimainkannya. Satu pertanyaan yang
cukup mendasar sehubungan dengan hal tersebut, adalah bagaimana individu dapat
menciptakan suatu kesan yang baik?
Goffman mengajukan syarat-syarat yang perlu dipenuhi bila
individu mengelola kesan secara baik, yaitu:
1. Penampilan muka (proper front),
Yakni perilaku tertentu yang
diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran si
pelaku (aktor). Front ini terdiri dan peralatan lengkap yang kita gunakan untuk
menampilkan diri. Front ini mencakup 3 aspek (unsur) setting (serangkaian
peralatan ruang dan benda yang digunakan); appearance (penggunaan petunjuk
artifaktual, misal pakaian, rencana, atribut-atribut, dll; manner (gaya
bertingkah laku, misal cara berjalan duduk, berbicara, memandang, dll.)
2. Keterlibatan dalam perannya.
Hal yang mutlak adalah aktor
sepenuhnya terlibat dalam perannya. Dengan keterlibatannya secara penuh akan
menolong dirinya untuk sungguh-sungguh meyakini perannya dan bisa menghayati
peran yang dilakukannya secara total.
3. Mewujudkan idealiasasi harapan
orang lain tentang perannya.
Misalnya seorang dokter harus
mengetahui tipe perilaku apa yang diharapkan dan orang-orang pada umumnya
mengenai perannya, dan memanfaatkan pengetahuan ini untuk diperhitungkan dalam
penampilannya. Kadang-kadang untuk memenuhi harapan orang pada umumnya, dia
harus melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Misalnya, seorang dokter
yang ahli dan sudah berpengalaman sebenarnya dia dapat mendiagnosa penyakit
pasiennya hanya dengan menatap sekilas pada warna kulit atau pupil matanya.
Jika dia melakukan hal ini sebelum menuliskan resep obat yang cocok, maka
pasien mungkin merasa dibohongi. Untuk menghindari masalah ini, maka dokter itu
akan melengkapi pemeriksaan dengan stethoscope, thermometer, dll. Meskipun hal
tersebut sesungguhnya tak diperlukan untuk membuat diagnosa.
4. Mystification
Akhirnya Goffman mencatat bahwa
bagi kebanyakan peran performance yang baik menuntut pemeliharaan jarak sosial
tertentu diantara aktor dan orang lain. Misalnya seorang dokter harus memelihara
jarak yang sesuai dengan pasiennya, dia tak boleh terlalu kenal /akrab, supaya
dia tetap menyadari perannya dan tidak hilang dalam proses tersebut.
Strategi Presentasi Diri
Presentasi diri dapat memiliki beberapa tujuan. Seseorang
mungkin ingin disukai, nampak kompeten, berkuasa, budiman atau menimbulkan
simpati. Masing-Masing tujuan melibatkan strategi presentasi yang bervariasi.
Tujuan itu biasanya tidak hanya satu, seseorang mungkin berusaha mencapai
beberapa tujuan dalam waktu yang sama. Ada beberapa straregi presentasi diri,
yaitu:
1. Mengambil muka/menjilat
(Ingratiation)
Tujuan dan strategi ini adalah
supaya dipersepsi sebagai orang yang menyenangkan atau menarik. Taktik yang
umum meliputi memuji orang lain, menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan
hal-hal yang memberi keuntungan pada orang lain dan menyesuaikan diri atau
konform dalam sikap dan perilakunya. Jones dan Wortman memberi nama sebagai
taktik illicit (gelap/rersembunyi) karena motivasi pelaku yang sebenarnya
tersembunyi. Sebab yang ditekankan adalah membangun penampilan sebagai orang
yang benar-benar tulus hatinya dan perilakunya itu asli (otentik).
2. Mengancarn atau menakut-nakuti
(intimidation)
Straregi ini digunakan untuk
menimbulkan rasa takur dan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan pada
seseorang bahwa ia adalah orang yang berbahaya. Jadi berbeda dengan penjilat
(ingranarory) yang ingin disukai, maka mereka justru ingin ditakuti. Straregi
intimidasi kemungkinan lebih sering digunakan dalam situasi dimana meloloskan
diri adalah tidak mudah.
3. Promosi diri (self-promotion)
Ketika tujuan seseorang adalah
supaya dilihat nampak kompeten atau ahli pada tugas tertentu, strategi promosi
diri biasanya digunakan. Orang yang menggunakan strategi ini akan menggambarkan
kekuatan-kekuatan dan berusaha untuk memberi kesan dengan prestasi mereka.
Melebih-lebihkan tentang kemampuan diri dapat beresiko mereka dianggap sombong,
dan tidak dapat dipercaya. Menyadari masalah ini, cara yang digunakan adalah
tidak langsung sehingga memungkinkan orang lain sampai pada kesimpulan bahwa
dia kompeten.
4. Pemberian contoh/teladan
(Exemplification)
Orang yang menggunakan strategi
ini berusaha memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas.
Biasanya mereka mempresentasikan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin dan
baik hati atau dermawan, Kadang-kadang penampilan yang ditunjukkan ini memang
keadaan yang sebenarnya, namun yang sering pengguna strategi ini berusaha
memanipulasi dan tidak tulus hari dalam melakukannya. Permohonan (suppli/ication).
Strategi ini dengan cara memperlihatkan kelemahan atau ketergantungan untuk
mendapatkan pertolongan atau simpati. Ini merupakan alternatif straregi yang
terakhir, jika orang tidak memiliki sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
melakukan strategi-strategi yang tersebut di atas. Biasanya yang dilakukan
adalah melakukan kritik pada diri sendiri.
5. Hambatan diri (self-handicapping)
Strategi ini digunakan ketika
individu merasa egonya terancam karena kelihatan tidak mampu. Ketika orang
merasa kuatir bahwa kesuksesannya sebelumnya karena nasib baik, mereka takut
gagal dalam melaksanakan tugas. Sehingga mereka berpura-pura mendapatkan suatu
hambatan (rintangan) sebelum atau selama kejadian-kejadian yang mengancam
egonya. Ini dilakukan dalam rangka melindungi agar egonya tidak hancur sehingga
harga dirinya menurun.
6. Alignig actions
yaitu usaha-usaha individu untuk
mendefinisikan perilaku mereka yang nampaknya diragukan karena sebenarnya
bertentangan dengan norma-norma budaya. Cara-cara yang pada umumnya dilakukan
adalah dengan taktik disclaimers (penyangkalan) yaitu pernyataan secara verbal
dengan niat/tujuan menyangkal implikasi negatif dan tindakan-tindakan yang akan
datang dengan mendefinisikan tindakan-tindakan ini tidak relevan dengan
identinas sosial yang telah mereka miliki. Misalnya ucapan “Saya tahu saya akan
melanggar peraturan, tetapi atau “Mungkin ini gila bagimu, terapi“. Selain itu
dapat pula digunakan taktik accounts (alasan-alasan) yaitu penjelasan-penjelasan
yang ditawarkan seseorang untuk mengurangi tanggung jawab setelah menampilkan
tindakan-tindakan yang dapat mengancam identitas sosialnya. Ada dua tipe
accounts yaitu meminta maaf (tujuannya mengurangi atau menghindari tanggung
jawab bagi perilaku yang tak layak dengan menyatakan kejadian-kejadian yang tak
dapat dikendalikan, tekanan eksternal yang memaksa, memaksakan tekanan
internal) dan justifikasi (tetap bertanggung jawab atas perilaku tak layak,
tetapi juga mencoba untuk mendefinisikan bahwa perilaku itu cocok dalam situasi
tersebut (misal : “Saya memang memukulnya, tetapi ia memukul saya lebih dulu”).
7. Altercasting
yaitu menggunakan taktik untuk
memaksakan peran dan identitas pada orang lain. Melalui straregi altercasting,
manusia menempatkan orang lain dalam identitas situasi dan peran yang
menguntungkan dirinya. Pada umumnya altercasting melibatkan perlakuan terhadap
orang lain seolah-olah mereka telah merniliki identitas dan peran yang ingin
dipaksakan/bebankan. Misalnya seorang guru yang berkata “Saya tahu kamu dapat
melakukan lebih baik daripada ini”. Ucapan ini menekan murid untuk menikmati
suatu identitas kompetensi yang dipaksakan pada mereka.
(Diolah dari berbagai Sumber)
Kalo itu diambil dr buku, boleh tau judul bukunya ? Thnks
BalasHapuskalau boleh tahu sumber buku nya apa ya?
BalasHapusGa jelas sumbernya aneh
BalasHapus