Rabu, 20 November 2013

Teori Presentasi Diri (Self-Presentation)

Goffman menggambarkan interaksi sosial sebagai suatu pertunjukan teater dimana masing-masing orang bertindak dalam “jalur” tertentu. “Jalur” itu adalah sejumlah tindakan verbal dan nonverbal yang dipilih secara hati-hati untuk mengekspresikan diri. Tentu saja “jalur” ini dapat berubah dan suatu situasi ke sitasi lain menurut derajat kepentingan yang dimliki individu.
Menurut Goffman bahwa salah satu aturan dasar interaksi sosial adalah komitmen yang saling timbal-balik diantara individu-individu yang terlibat mengenai peran (role) yang harus dimainkannya. Satu pertanyaan yang cukup mendasar sehubungan dengan hal tersebut, adalah bagaimana individu dapat menciptakan suatu kesan yang baik?
Goffman mengajukan syarat-syarat yang perlu dipenuhi bila individu mengelola kesan secara baik, yaitu:
1.      Penampilan muka (proper front),
Yakni perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran si pelaku (aktor). Front ini terdiri dan peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri. Front ini mencakup 3 aspek (unsur) setting (serangkaian peralatan ruang dan benda yang digunakan); appearance (penggunaan petunjuk artifaktual, misal pakaian, rencana, atribut-atribut, dll; manner (gaya bertingkah laku, misal cara berjalan duduk, berbicara, memandang, dll.)
2.      Keterlibatan dalam perannya.
Hal yang mutlak adalah aktor sepenuhnya terlibat dalam perannya. Dengan keterlibatannya secara penuh akan menolong dirinya untuk sungguh-sungguh meyakini perannya dan bisa menghayati peran yang dilakukannya secara total.
3.      Mewujudkan idealiasasi harapan orang lain tentang perannya.
Misalnya seorang dokter harus mengetahui tipe perilaku apa yang diharapkan dan orang-orang pada umumnya mengenai perannya, dan memanfaatkan pengetahuan ini untuk diperhitungkan dalam penampilannya. Kadang-kadang untuk memenuhi harapan orang pada umumnya, dia harus melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Misalnya, seorang dokter yang ahli dan sudah berpengalaman sebenarnya dia dapat mendiagnosa penyakit pasiennya hanya dengan menatap sekilas pada warna kulit atau pupil matanya. Jika dia melakukan hal ini sebelum menuliskan resep obat yang cocok, maka pasien mungkin merasa dibohongi. Untuk menghindari masalah ini, maka dokter itu akan melengkapi pemeriksaan dengan stethoscope, thermometer, dll. Meskipun hal tersebut sesungguhnya tak diperlukan untuk membuat diagnosa.
4.      Mystification
Akhirnya Goffman mencatat bahwa bagi kebanyakan peran performance yang baik menuntut pemeliharaan jarak sosial tertentu diantara aktor dan orang lain. Misalnya seorang dokter harus memelihara jarak yang sesuai dengan pasiennya, dia tak boleh terlalu kenal /akrab, supaya dia tetap menyadari perannya dan tidak hilang dalam proses tersebut.


Strategi Presentasi Diri
Presentasi diri dapat memiliki beberapa tujuan. Seseorang mungkin ingin disukai, nampak kompeten, berkuasa, budiman atau menimbulkan simpati. Masing-Masing tujuan melibatkan strategi presentasi yang bervariasi. Tujuan itu biasanya tidak hanya satu, seseorang mungkin berusaha mencapai beberapa tujuan dalam waktu yang sama. Ada beberapa straregi presentasi diri, yaitu:
1.      Mengambil muka/menjilat (Ingratiation)
Tujuan dan strategi ini adalah supaya dipersepsi sebagai orang yang menyenangkan atau menarik. Taktik yang umum meliputi memuji orang lain, menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan hal-hal yang memberi keuntungan pada orang lain dan menyesuaikan diri atau konform dalam sikap dan perilakunya. Jones dan Wortman memberi nama sebagai taktik illicit (gelap/rersembunyi) karena motivasi pelaku yang sebenarnya tersembunyi. Sebab yang ditekankan adalah membangun penampilan sebagai orang yang benar-benar tulus hatinya dan perilakunya itu asli (otentik).
2.      Mengancarn atau menakut-nakuti (intimidation)
Straregi ini digunakan untuk menimbulkan rasa takur dan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan pada seseorang bahwa ia adalah orang yang berbahaya. Jadi berbeda dengan penjilat (ingranarory) yang ingin disukai, maka mereka justru ingin ditakuti. Straregi intimidasi kemungkinan lebih sering digunakan dalam situasi dimana meloloskan diri adalah tidak mudah.
3.      Promosi diri (self-promotion)
Ketika tujuan seseorang adalah supaya dilihat nampak kompeten atau ahli pada tugas tertentu, strategi promosi diri biasanya digunakan. Orang yang menggunakan strategi ini akan menggambarkan kekuatan-kekuatan dan berusaha untuk memberi kesan dengan prestasi mereka. Melebih-lebihkan tentang kemampuan diri dapat beresiko mereka dianggap sombong, dan tidak dapat dipercaya. Menyadari masalah ini, cara yang digunakan adalah tidak langsung sehingga memungkinkan orang lain sampai pada kesimpulan bahwa dia kompeten.
4.      Pemberian contoh/teladan (Exemplification)
Orang yang menggunakan strategi ini berusaha memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Biasanya mereka mempresentasikan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin dan baik hati atau dermawan, Kadang-kadang penampilan yang ditunjukkan ini memang keadaan yang sebenarnya, namun yang sering pengguna strategi ini berusaha memanipulasi dan tidak tulus hari dalam melakukannya. Permohonan (suppli/ication). Strategi ini dengan cara memperlihatkan kelemahan atau ketergantungan untuk mendapatkan pertolongan atau simpati. Ini merupakan alternatif straregi yang terakhir, jika orang tidak memiliki sumber-sumber yang dapat digunakan untuk melakukan strategi-strategi yang tersebut di atas. Biasanya yang dilakukan adalah melakukan kritik pada diri sendiri.
5.      Hambatan diri (self-handicapping)
Strategi ini digunakan ketika individu merasa egonya terancam karena kelihatan tidak mampu. Ketika orang merasa kuatir bahwa kesuksesannya sebelumnya karena nasib baik, mereka takut gagal dalam melaksanakan tugas. Sehingga mereka berpura-pura mendapatkan suatu hambatan (rintangan) sebelum atau selama kejadian-kejadian yang mengancam egonya. Ini dilakukan dalam rangka melindungi agar egonya tidak hancur sehingga harga dirinya menurun.
6.      Alignig actions
yaitu usaha-usaha individu untuk mendefinisikan perilaku mereka yang nampaknya diragukan karena sebenarnya bertentangan dengan norma-norma budaya. Cara-cara yang pada umumnya dilakukan adalah dengan taktik disclaimers (penyangkalan) yaitu pernyataan secara verbal dengan niat/tujuan menyangkal implikasi negatif dan tindakan-tindakan yang akan datang dengan mendefinisikan tindakan-tindakan ini tidak relevan dengan identinas sosial yang telah mereka miliki. Misalnya ucapan “Saya tahu saya akan melanggar peraturan, tetapi atau “Mungkin ini gila bagimu, terapi“. Selain itu dapat pula digunakan taktik accounts (alasan-alasan) yaitu penjelasan-penjelasan yang ditawarkan seseorang untuk mengurangi tanggung jawab setelah menampilkan tindakan-tindakan yang dapat mengancam identitas sosialnya. Ada dua tipe accounts yaitu meminta maaf (tujuannya mengurangi atau menghindari tanggung jawab bagi perilaku yang tak layak dengan menyatakan kejadian-kejadian yang tak dapat dikendalikan, tekanan eksternal yang memaksa, memaksakan tekanan internal) dan justifikasi (tetap bertanggung jawab atas perilaku tak layak, tetapi juga mencoba untuk mendefinisikan bahwa perilaku itu cocok dalam situasi tersebut (misal : “Saya memang memukulnya, tetapi ia memukul saya lebih dulu”).
7.      Altercasting
yaitu menggunakan taktik untuk memaksakan peran dan identitas pada orang lain. Melalui straregi altercasting, manusia menempatkan orang lain dalam identitas situasi dan peran yang menguntungkan dirinya. Pada umumnya altercasting melibatkan perlakuan terhadap orang lain seolah-olah mereka telah merniliki identitas dan peran yang ingin dipaksakan/bebankan. Misalnya seorang guru yang berkata “Saya tahu kamu dapat melakukan lebih baik daripada ini”. Ucapan ini menekan murid untuk menikmati suatu identitas kompetensi yang dipaksakan pada mereka.

(Diolah dari berbagai Sumber)

Categories:

3 komentar: