Rabu, 20 November 2013

Konstruksi Sosial dan Konstruksi Sosial Media Massa

Konstruksi Sosial
Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoretik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Peter L. Berger merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach, New York, Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.
Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality) menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glaserfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme (Suparno dalam Bungin, 2008:13)
Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide.  agasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta (Bertens dalam Bungin, 2008:13). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogoto, ergo sum’ atau ‘saya berfikir karena itu saya ada’ (Tom Sorell dalam Bungin, 2008:13). Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
Berger dan Luckman (Bungin, 2008:14) mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman ‘kenyataan dan pengetahuan’. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.
Berger dan Luckman (Bungin, 2008:15) mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan; Berger menyebutnya  sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.
Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya atau kebudayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan ekternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik  benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang   objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap  orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia  menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.
Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. 

Konstruksi Sosial Media Massa

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckmann tidak memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas.
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.
Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut :
   1. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap  media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu :
a.       Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal.
b.      Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi kepentingan kapitalis.
c.       Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar.
Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpihakan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan.
   2. Tahap sebaran konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media  serbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.
Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca.
3.      Tahap pembentukan konstruksi realitas
a.       Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila apabila ia belum membaca koran.
b.      Pembentukan konstruksi citra
Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model : 1) model good news, Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri, dan 2) model bad news, pada model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri.Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca member argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subyektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar