>
Pendahuluan
A. Pengertian Paradigma
Setelah Perang Dunia II, positivisme digantikan aliran postpositivisme. Aliran ini berasumsi bahwa setiap penelitian dipengaruhi oleh hukum-hukum atau teori-teori yang menguasai dunia. Teori-teori ini perlu diverifikasi sehingga pemahaman terhadap dunia semakin lengkap. Oleh karena itu, penganut positivisme dan postpositivisme akan memulai penelitian dengan suatu teori, mengumpulkan data yang mendukung atau menolak teori tersebut, dan membuat revisi yang diperlukan. Dengan demikian, pengetahuan yang dikembangkan melalui lensa postpositivisme didasarkan pada observasi yang cermat dan pengukuran realitas yang objektif (Emzir, 2008: 9), sehingga positivisme dan postpositivisme selalu diasosiasikan dengan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif.
Penelitian pada hakikatnya merupakan
sebuah upaya untuk memprediksi, menemukan, atau memverifikasi kebenaran.
Agar tujuan tersebut dapat dicapai, setiap penelitian harus menggunakan
pendekatan yang tepat, karena pendekatan yang digunakan dalam sebuah penelitian
sangat menentukan keseluruhan langkah penelitian tersebut. Sehubungan dengan
itu, sejak awal pelaksanaannya pendekatan setiap penelitian sudah harus
ditentukan dengan jelas. Penentuan pendekatan yang akan digunakan sangat
tergantung pada paradigma yang dianut peneliti. Makalah ini membahas
konsep-konsep tentang paradigma penelitian sebagai landasan untuk memahami tiga
jenis pendekatan penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan metode gabungan (mixed
methods approach). Pembahasan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi
paradigma sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang
elemen-elemen paradigma yang mendasari masing-masing pendekatan penelitian.
Pada bagian akhir diuraikan faktor-faktor yang memperngaruhi pemilihan suatu
pendekatan.
A. Pengertian Paradigma
Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004:
49), paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan
melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. Bogdan
& Biklen (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) menyatakan bahwa paradigma
adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi yang
berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Sedangkan Baker (dalam Moleong, 2004: 49) mendefinisikan paradigma sebagai
seperangkat aturan yang (1) membangun atau mendefinisikan batas-batas;
dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu
agar berhasil. Cohenn & Manion (dalam Mackenzie & Knipe, 2006)
membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif filsofis pelaksanaan suatu
penelitian. Berdasarkan definisi definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
paradigma merupakan seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode,
atau aturan yang membentuk kerangka kerja pelaksanaan sebuah penelitian.
Berdasarkan paradigma yang
dianutnya, seorang peneliti akan menggunakan salah satu dari tiga pendekatan
yang diajukan Creswell (dalam Emzir, 2008: 9), yaitu: kuantitatif, kualitatif,
dan metode gabungan. Menurut Emzir (2008: 9) perbedaan perbedaan yang terdapat
dalam ketiga pendekatan ini dapat ditinjau melalui tiga elemen kerangka kerja,
yaitu asumsi-asumsi psikologis tentang pembentuk tuntutan pengetahuan (knowledge
claim), prosedur umum penelitian (strategies of inquiry) dan
prosedur penjaringan dan analisis data serta pelaporan (research method).
Creswell (dalam Emzir, 2008: 9) menggambarkan bagaimana ketiga elemen tersebut
berpadu membentuk ketiga pendekatan penelitian pada gambar berikut.
1.
Tuntutan
Pengetahuan (Knowledge Claim)
Tuntutan pengetahuan meliputi
asumsi-asumsi filosofis mengenai ontologi (apa itu pengetahuan), epistemologi
(bagaimana pengetahuan diperoleh), aksiologis (nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya), retorika (bagaimana pengetahuan dituliskan) dan metodologi (proses
pengkajian). Dengan demikian, tuntutan pengetahuan berhubungan dengan
asumsi-asumsi peneliti tentang apa yang akan dipelajari dan bagaimana hal itu
dipelajari selama penelitian berlangsung. Creswell (dalam Emzir, 2008: 11)
menggambarkan tuntutan atau asumsi-asumsi tersebut pada tabel berikut.
Tabel 1: Asumsi Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif
Asumsi
|
Pertanyaan
|
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
Ontologis
|
Apakah
hakikat realitas itu?
|
Realitas =
objektif dan tunggal, terpisah dari peneliti
|
Realitas =
subjektif dan jamak, sebagaimana dilihat oleh partisipan dalam studi
|
Epistemologis
|
Apakah
hubungan peneliti dengan yang diteliti?
|
Peneliti
bebas dari yang diteliti
|
Peneliti
berinteraksi dengan yang diteliti
|
Aksiologis
|
Apakah
peran nilai-nilai?
|
Bebas
nilai dan tidak bias
|
Tidak
bebas nilai dan bias
|
Retorik
|
Apakah
bahasa peneliti?
|
Formal,
berdasarkan serangkaian definisi, impersonal, menggunakan kata-kata
kuantitatif yang berterima
|
Informal,
keputusan berkembang, personal, kata-kata kualitatif yang berterima.
|
Metodologis
|
Apakah
proses pengkajian?
|
Proses
deduktif, sebab akibat, desain statis, kategori disiapkan sebelum studi,
bebas konteks, generalisasi mengarahkan prediksi, penjelasan, dan pemahaman,
akurat dan reliabel melalui validitas dan reliabilitas
|
Proses
induktif, faktor-faktor yang saling membentuk secara simultan, desain
berkembang, kategori diidentifikasi selama proses penelitian, terikat
konteks; teori dan pola dikembangkan untuk pemahaman, akurat dan reliabel
melalui verifikasi.
|
Berikut ini adalah uraian tentang tuntutan pengetahuan
dalam empat (kelompok) aliran pemikiran tentang pengetahuan.
2. Tuntutan Pengetahuan Positivisme dan
Postpositivisme
Positivisme
yang kadang-kadang dirujuk sebagai ‘metode ilmiah’ didasarkan pada filsafat
empirisme yang dipelopori oleh Aristoteles, Francis Bacon, John Locke, August
Comte, dan Emmanuel Kant (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Aliran
ini mencerminkan filsafat deterministik yang memandang suatu penyebab mungkin
menentukan efek atau hasil (Creswell, dalam Mackenzie & Knipe, 2006).
Aliran ini bertujuan untuk menguji sebuah teori atau menjelaskan sebuah
pengalaman melalui observasi dan pengukuran dalam rangka meramalkan dan
mengontrol kekuatan-kekuatan di sekitar manusia. Positivisme berasumsi bahwa
fenomena sosial dapat diteliti dengan cara yang sama dengan fenomena alam
dengan menggunakan pendekatan yang bebas nilai dan penjelasan sebab-akibat
sebagaimana halnya dalam penelitian fenomena alam. Setelah Perang Dunia II, positivisme digantikan aliran postpositivisme. Aliran ini berasumsi bahwa setiap penelitian dipengaruhi oleh hukum-hukum atau teori-teori yang menguasai dunia. Teori-teori ini perlu diverifikasi sehingga pemahaman terhadap dunia semakin lengkap. Oleh karena itu, penganut positivisme dan postpositivisme akan memulai penelitian dengan suatu teori, mengumpulkan data yang mendukung atau menolak teori tersebut, dan membuat revisi yang diperlukan. Dengan demikian, pengetahuan yang dikembangkan melalui lensa postpositivisme didasarkan pada observasi yang cermat dan pengukuran realitas yang objektif (Emzir, 2008: 9), sehingga positivisme dan postpositivisme selalu diasosiasikan dengan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif.
a. Tuntutan Pengetahuan
Konstruktivisme/Interpretivisme
Konstruktivisme/interpretivisme
berkembang dari filsafat fenomenologi yang digagas Edmund Husserl and pemahaman
intepretatif yang disebut hermeneutiks yang dikemukakan and Wilhelm Dilthey
(Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006).
Bagi
penganut konstruktivisme/interpretivisme penelitian merupakan upaya untuk
memahami realitas pengalaman manusia, dan realitas itu sendiri dibentuk oleh
kehidupan sosial. Penelitian berlensa konstruktivisme/interpretivisme cenderung
tergantung pada pandangan partisipan tentang situasi yang diteliti. Penelitian
konstruktivisme pada umumnya tidak dimulai dengan seperangkat teori
(sebagaimana halnya dengan postpositivisme) namun mengembangkan sebuah teori
atau sebuah pola makna secara induktif selama proses berlangsung. Metode
penjaringan dan analisis yang digunakan penganut konstruktivisme biasanya
berbentuk kuantitatif. Akan tetapi, data kuantitatif dapat digunakan untuk
mendukung data kualitatif serta memperdalam analisis secara efektif.
b. Tuntutan
Pengetahuan Advokasi/Partisipatori/Transformatif
Aliran
advokasi/partisipatori/transformatif muncul pada tahun 1980-an dan 1990-an
sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap paradigma penelitian yang ada dan
kesadaran bahwa teori-teori sosiologi dan psikologi yang mendasari
paradigma-paradigma yang ada pada dasarnya dikembangkan melalui pandangan
’kulit putih’, didominasi oleh perspektif kaum pria, dan didasarkan pada
penelitian yang menggunakan pria sebagai subyek. Peneliti
advokasi/partisipatori/transformatif merasa bahwa pendekatan konstruktivisme/
interpretivisme tidak membahas isu-isu keadilan sosial dan kaum yang
terpinggirkan secara memadai (Creswell, dalam Mackenzie & Knipe, 2006).
Peneliti advokasi/ partisipatori percaya bahwa penelitian perlu dijalin dengan
agenda-agenda politik dan politisi agar penelitian tersebut menghasilkan
tindakan-tindakan yang mereformasi kehidupan partisipan, lembaga tempat
individu hidup, dan kehidupan peneliti sendiri (Emzir, 2008: 16). Sehubungan
dengan itu, penelitian harus mengangkat masalah-masalah sosial yang penting
sebagai topik, seperti isu kekuasaan, ketidaksetraan, penganiayaan, penindasan,
dan perampasan hak. Peneliti advokasi sering memulai dengan menjadikan salah
satu dari isu ini sebagai fokus penelitian. Kemudian, dia akan berjalan bersama
secara kolaboratif dengan partisipan dengan pengertian partisipan dapat
membantu merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganilisis informasi, atau
menerima penghargaan untuk partisipasinya dalam penelitian. Sebagaimana halnya
dalam penelitian konstruktivisme, peneliti advokasi/partisipatori/transformatif
dapat mengkombinasikan metode penjaringan dan analisis data kuantitatif dan
kualitatif. Namun, penggunaan pendekatan gabungan (mixed methods) akan
memberikan kepada peneliti transformatif sebuah struktur untuk mengembangkan
potret kehidupan sosial yang lebih utuh. Penggunaan berbagai perspektif dan
lensa memungkinkan diperolehnya pemahaman yang lebih beragam tentang
nilai-nilai, pandangan dan keberadaan kehidupan sosial.
C. Tuntutan Pengetahuan Pragmatik
Aliran
Pragmatisme tidak terikat pada sistem filosofi atau realitas tertentu. Penganut
pragmatisme pada awalnya menolak asumsi ilmiah yang menyatakan penelitian
sosial dapat mengakses kebenaran tentang dunia nyata hanya dengan mengandalkan
sebuah metode ilmiah tunggal (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006).
Pragmatisme berfokus pada masalah penelitian dan menggunakan seluruh bentuk
pendekatan untuk memahami masalah itu. Oleh karena itu peneliti pragmatis bebas
memilih metode, teknik, dan prosedur penelitian yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan tujuannya. Karakteristik ini menunjukkan bahwa pragmatisme
merupakan paradigma yang menyangga landasan filosofis studi metode gabungan (mixed-methods
research). Meskipun demikian beberapa peneliti yang menggunakan metode
gabungan, secara filosofis, lebih mencondongkan diri mereka kepada paradigma
transformatif paradigm (Mertens, dalam Mackenzie & Knipe, 2006). Hal ini
mengungkapkan bahwa metode gabungan dapat digunakan dalam berbagai paradigma.
Berbagai
posisi tuntutan pengetahuan alternatif sebagaimana diuraikan di atas dapat
dirangkum dalam tabel berikut.
Tabel 2
Posisi Tuntutan Pengetahuan
Alternatif
Positivisme/Postpositivisme
|
Konstruktivisme/Interpretivisme
|
DeterminasiŸ
Reduksionisme
Observasi
Empiris dan Pengukuran
Verifikasi
Teori
|
PemahamanŸ
Makna Jamak Pertisipan
Konstruksi
Sosial dan Historis
Menghasilkan
Teori
|
Advokasi/Partisipatori/Transformatif
|
Pragmatisme
|
PolitisŸ
Berorientasi pada Masalah KekuasaanŸ Kolaboratif
Berorientasi
pada Perubahan
|
Konsekuensi
TindakanŸ Berpusat pada Masalah Pluralistik
Berorientasi
pada Praktik Dunia Nyata
|
2.
Prosedur
Penelitian (Strategies of Inquiry)
Menurut Wikipedia (2008) strategi
penelitian adalah “a procedure for achieving a particular intermediary research
objective—such as sampling, data collection, or data analysis. We may therefore
speak of sampling strategies or data analysis strategies.” Sedangkan Emzir
(2008: 21) menjelaskan: “… strategi inquiri/penelitian … melengkapi arah
spesifik untuk berbagai prosedur dalam suatu rancangan penelitian. Strategi
penelitian … memberikan kontribusi pada semua pendekatan penelitian”.
Berdasarkan kedua definisi itu, dapat dikatakan bahwa strategi/prosedur
penelitian (strategies of inquiry) adalah prosedur yang ditempuh
untuk mencapai tujuan penelitian. Berikut ini adalah uraian singkat strategi
penelitian yang lazim digunakan dalam ketiga pendekatan penelitian.
- Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Kuantitatif, Hingga pertengahan abad ke-20, strategi penelitian selalu dihubungkan dengan penelitian kuantitatif yang didasarkan pada postpositivisme. Penelitian kuantitatif mencakup penelitian survai, deskriptif causal comparative, retrospektif (ex-post facto), pre-experimental, quasi-experimental, true experimental, korelasional, dan eksperimen kompleks dengan banyak variabel dan perlakuan (seperti desain faktorial dan desain pengukuran berulang).
- Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Kualitatif, Sejak tahun 1990-an, jumlah dan jenis penelitian kualitatif berkembang dengan pesat. Menurut Merriam, et.al. (2002 ), penelitian kuantitatif mencakup delapan jenis penelitian, yakni: penelitian kualitatif intepretatif dasar (Basic Interpretive Qualitative Study), naratif, fenomenologis, etnografis, Critical Qualitative Research, Postmodern Research, Grounded Theory dan studi kasus.
- Strategi yang Berasosiasi dengan Pendekatan Metode Gabungan, Strategi pendekatan metode gabungan (mixed methods) timbul karena adanya kesadaran bahwa semua metode memiliki keterbatasan. Peneliti merasa bahwa bias yang timbul dari penggunaan satu metode dapat dinetralisir oleh bias yang timbul dari penggunaan metode lain. Selain itu, penggunaan beberapa jenis data diyakini dapat memperjelas data analisis yang dilakukan. Penggunaan beberapa strategi untuk meningkatkatkan validitas konstruk ini kemudian dikenal dengan methodological triangulation (Wikipedia, 2008). Secara umum, metode gabungan menggunakan tiga strategi berikut: prosedur sequential, prosedur concurrent, dan prosedur transformatif.
Berbagai strategi sebagaimana diuraikan di atas dapat
dirangkum dalam tabel berikut.
Tabel 3
Strategi Alternatif Penelitian
KUANTITATIF
|
KUALITATIF
|
MIXED
METHODS
|
1)
Survai
2)
Deskriptif Causal Comparative
3)
Retrospektif (Ex-Post Facto)
4)
Pre-Experimental
5)
Quasi-Experimental
6)
True Experimental
7)
Korelasional
8)
Eksperimen Kompleks dengan Banyak Variabel dan
Perlakuan
|
1)
Penelitian Kualitatif Intepretatif Dasar
2)
Naratif
3)
Fenomenologis
4)
Etnografis
5)
Critical Qualitative Research,
Postmodern Research, Grounded Theory
6)
Studi Kasus.
|
1) Sequential
2) Concurrent
3) Transformatif
|
3.
Prosedur
(Metode) Penelitian
Mackenzie dan Knipe (2006)
menyatakan: “… method refers to systematic modes, procedures or tools
used for collection and analysis of data.” Berdasarkan definisi ini, dapat
dikatakan bahwa metode penelitian merupakan cara, desain, atau media spesifik
yang digunakan untuk menjaring dan menganalisis data dalam tahapan praktik.
Pemilihan metode sangat ditentukan oleh tujuan penelitian. Dalam penelitian
tertentu, tujuan dapat dicapai hanya dengan menggunakan data yang diperoleh
melalui observasi. Penelitian lain mungkin membutuhkan data kuantitatif,
sedangkan penelitian lain membutuhkan data yang diperoleh dari kombinasi
penggunaan studi dokumen, angket, atau wawancara. Tabel berikut merangkum
ciri-ciri ketiga prosedur penelitian.
Tabel 4
Prosedur Kuantitatif, Kualitatif dan
Mixed methods
KUANTITATIF
|
KUALITATIF
|
MIXED
METHODS
|
1)
Ditentukan sebelumnya
2)
Instrumen Berdasarkan Pertanyaan
3)
Data performansi, data sikap, data observasi dan data
sensus
4)
Analisis Statistik
|
1)
Emerging Methods
2)
Pertanyaan Terbuka
3)
Data Interview, data observasi, data dokumen, dan
audiovisual
4)
Analisis teks dan gambar
|
(Perpaduan
prosedur kualitatif dan kuantitatif)
1)
Ditentukan sebelumnya dan emerging methods,
2)
Pertanyaan terbuka dan tertutup
3)
Dst.
|
B.
Pendekatan Penelitian
Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
paradigma yang dianut seorang peneliti tentang tuntutan pengetahuan (knowledge
claim), prosedur umum penelitian (strategies of inquiry) dan
prosedur penjaringan dan analisis data (research method) akan menentukan
apakah dia akan menggunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif, atau metode
gabungan. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang ketiga jenis pendekatan
penelitian tersebut.
1.
Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan
kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mendasarkan diri pada
paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa ciri
khas pendekatan kuantitatif adalah: bersandar pada pengumpulan dan analisis
data kuantitatif (numerik), menggunakan strategi survei dan eksperimen,
mengadakan pengukuran dan observasi, melaksanakan pengujian teori dengan uji
statistik.
2.
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan
kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan fenomenologi dan
paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Moleong (2004:
10-13) menjabarkan sebelas karakteristik pendekatan kualitatif yaitu:
menggunakan latar alamiah, menggunakan manusia sebagai instrumen utama,
menggunakan metode kualitatif (pengamatan, wawancara, atau studi dokumen) untuk
menjaring data, menganalisis data secara induktif, menyusun teori dari bawah ke
atas (grounded theory), menganalisis data secara deskriptif, lebih mementingkan
proses daripada hasil, membatasi masalah penelitian berdasarkan fokus,
menggunakan kriteria tersendiri (seperti triangulasi, pengecekan sejawat,
uraian rinci, dan sebagainya) untuk memvalidasi data, menggunakan desain
sementara (yang dapat disesuaikan dengan kenyataan di lapangan), dan hasil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama oleh manusia yang dijadikan
sebagai sumber data.
3.
Pendekatan Metode Gabungan (Mixed Methods Research)
Penelitian
gabungan, atau lebih dikenal dengan istilah multimedtodologi dalam operations
research, merupakan pendekatan penelitian yang memadukan penjaringan dan
analisis data kuantitatif dan kualitatif (Wikipedia, 2008). Pendekatan ini
cenderung didasarkan pada paradigma pragmatik (seperti orientasi konsekuensi,
orientasi masalah, dan pluralistik).
Pendekatan
metode gabungan dibedakan ke dalam dua bentuk: penelitian metode gabungan (mixed
method research) dan penelitian model gabungan (mixed model research).
Dalam penelitian metode gabungan peneliti menggunakan strategi kualitatif pada
satu tahapan dan strategi kuantatif pada tahapan lain, atau sebaliknya. Sebagai
contoh, seorang peneliti melakukan eksperimen (kuantitatif) dan setelah itu
melakukan wawancara terhadap partisipan mengenai pandangan mereka terhadap
eksperimen tersbut dan mencari tahu apakah mereka setuju dengan hasilnya. Dalam
penelitian model gabungan peneliti memadukan strategi kuantitatif dan
kualitatif dalam satu atau dua tahapan yang sama. Sebagai contoh, seorang
peneliti dapat melakukan sebuah survei dan menggunakan sebuah kuesioner yang
terdiri dari beberapa pertanyaan tertutup dengan jawaban berganda (kuantitatif)
dan beberapa pertanyaan terbuka (kualitatif). Sebagai contoh lain, peneliti
dapat menjaring data kualitatif yang kemudian dirubah menjadi data kuantitatif.
C. Kriteria
Pemilihan Suatu Pendekatan Penelitian
Menurut Creswell (dalam Emzir, 2008:
9) terdapat tiga faktor yang menentukan pemilihan pendekatan yang akan
digunakan dalam suatu penelitian, yaitu kesesuaian antara masalah dan
pendekatan penelitian, pengalaman peneliti, dan audiens yang akan memanfaatkan laporan
tertulis penelitian.
a.
Kesesuaian antara Masalah dan Pendekatan Penelitian
Masalah penelitian, terutama
penelitiasn sosial, memiliki bentuk dan jenis yang sangat beragam. Jenis
masalah yang berbeda menuntut pendekatan yang berbeda pula. Sebagai contoh,
jika masalah penelitian adalah pengujian efektivitas teknik pembelajaran kosa
kata bahasa Inggris di sekolah dasar, pendekatan kuantitaif merupakan pilihan
yang paling sesuai. Tapi jika masalah yang diteliti adalah prosedur penggunaan
lagu sebagai media pembelajaran kosa kata, pendekatan kualitatif sangat pas
untuk digunakan. Disamping itu, jika peneliti ingin meneliti prosedur
penggunaan penggunaan lagu sebagai media pembelajaran kosa kata dan sekaligus
ingin membandingkan efektivitasnya dengan penggunaan media lain, seperti gambar
atau permainan (games) maka pendekatan metode gabungan sangat sesuai untuk
digunakan.
Daftar
Pustaka
Emzir. 2008.
Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta:
PT RajaGrafindo Perkasa.
Mackenzie,
N. & Knipe, S. 2006. “Research dilemmas: Paradigms, methods and
methodology.” Issues In Educational Research, 16(2), 193-205. Diunduh
pada tanggal 16 September 2006 dari http://www. iier.org.au/ iier16/mackenzie.html
Moleong,
Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
“Multimethodology”
2008. Diunduh pada tanggal 12 September 2006 dari Wikipedia, the free
encyclopedia.htm
Jakarta, 10
Mei 2009
Parlindungan Pardede
Universitas Kristen Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar