Di saat teknologi komunikasi massa mulai
berkembangan sangat pesat pada tahun 1960-an timbul berbagai perbedaan pendapat
mengenai efek komunikasi masa di kalangan para tokoh-tokoh atau pakar-pakar
ilmu komunikasi yang di sebut mazhab atau aliran. Terdapat dua mazhab yang
berbeda pendapat mengenai efek tersebut, yaitu mazhab Frankfurt dan Mazhab
Chicago.
MAZHAB FRANKFRUT
A. Mazhab frankfrut
Mazhab Frankfurt adalah Mazhab atau aliran yang
berasal dari negara Jerman. penelitiannya dinamakan penelitian kritik (critical
research) yang menampilkan teori komunikasi kritik. Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt (die
Frankfurter Schule) merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari
lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt. Para pemikir
sosial Frankfurt ini membuat refleksi sosial kritis mengenai masyarakat
pasca-industri dan konsep tentang rasionalitas yang ikut membentuk dan
mempengaruhi tindakan masyarakat tersebut. Yang dijadikan objek studi adalah peranan media
massa dalam kehidupan modern dengan filosofi kritik dalam bentuk lain terhadap
kritik Karl Marx. Bukan saja determinisme ekonomi yang ditentangnya,
tetapi juga positivisme empirik.
Mazhab Frankfurt atau yang sering dikenal dengan
Teori Kritis sendiri merupakan nama dari suatu cara berpikir dan sebuah aliran
filsafat yang berkembang di Institut fur Sozialforschung (Lembaga Penelitian
Sosial) di Frankfurt, Jerman. Lembaga ini didirikan tahun 1924 oleh Carl
Grunberg dengan tujuan untuk mengadakan penelitian-penelitian tentang
masyarakat yang bernafaskan Sosialisme dan Marxisme.
1.
Sejarah dan
Asumsi-Asumsi Kunci
Teori komunikasi kritik ini muncul ketika terjadi
aksi-aksi mahasiswa di Eropa Barat pada tahun 1960-an khususnya di Jerman pada
tahun 1967 yang menuntut demokratisasi universitas. Aksi-aksi itu kemudian
dilancarkan juga kepada media massa yang dianggapnya tidak memperdulikan
ketertiban, hukum, tidak mengindahkan hakikat hasrat politik para mahasiswa,
terutama pada media cetak.
Teori komunikasi kritik itu semakin semarak,
setelah muncul Jurgen Hubermas. Hubermas dikenal sebagai filsuf masa kini
tentang kritisnya terhadap pemikiran Marxis. Dalam hubungan ini sebagai
pengganti paradigma kerja, Habermas mengacu kepada paradigma komunikasi.
Implikasi dari paradigma baru ini adalah memahami praxis
emansipatoris sebagai dialog-dialog komunikatif dan tindakan-tindakan
komunikatif yang menghasilkan pencerahan. Hal ini bertolak belakang dengan
teori-teori Marxis klasik yang menempuh jalan revolusioner untuk
menjungkirbalikan struktur masyarakat demi terciptanya masyarakat sosialis yang
dicita-citakan. Habermas menempuh jalan konsensus dengan sasaran terciptanya
”demokrasi radikal”, yaitu hubungan-hubungan soisal yang terjadi dalam lingkup
komunikasi bebas kekuasaan.
Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik
masyarakat atau eine Kritische Theorie der Gesselschaft. Maksud teori
ini adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Khas pula
apabila teori ini berinspirasi pada pemikiran dasar Karl Marx, meskipun tidak
menutup kemungkinan bahwa inspirasi Teori Kritis banyak didialogkan dengan
aliran-aliran besar filsafat – khususnya filsafat sosial pada waktu itu.
“Teori kritis menyatakan bahwa ternyata faktor utama
perubahan sosial tidak terletak pada faktor ekonomi saja, tetapi ada
faktor-faktor lain, seperti politik- sosiologi dan kebudayaan yang turut juga
mempengaruhi dinamika sosial masyarakat dan individu. Aliran frankfrut ingin
memperjelas secara rasional struktur yang dimiliki oleh masyarakat pasca
industri dan melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia
dan dalam kebudayaan. Teori kritis ingin menjelaskan hubungan manusia dengan
bertolak dari pemahaman rasio instrumental.Teori kritis ingin membangun teori
yang mengkritik struktur dan konfigurasi masyarakat aktual sebagai akibat dari
suatu pemahaman yang keliru tentang rasionalitas“.
2.
Para Pemikir dan
Pakar Utama Mazhab Frankfrut
Aliran Frankfurt dipelopori oleh Felix Weil pada tahun 1923. Perkembangan
Teori Kritis semakin nyata, ketika aliran Frankfurt dipimpin oleh Max
Horkheimer dan mempunyai anggota Friederick Pollock (ahli Ekonomi), Adorno
(musikus, sastrawan dan psikolog), Herbert Marcuse (murid Heidegger yang fenomenolog),
Erich Fromm (psikoanalis), Karl August Wittfogel (sinolog), Walter Benjamin
(kritikus sastra) dan lainnya yaitu Leo Lowenthal, Frans Neumann, Frans
Oppenheimer, Alfred Schmidt, Jurgen Habermas, Oskar Negt, susan Buck morss dan
terakhir Axel Honneth.
3.
Teori-Teori yang
tergabung ke dalam Mazhab Frankfrut
a)
Rasionalitas
Positif-Negative (J.Hebermass)
Pemikiran Habermas menoleh
kedalam dua hal, yakni disatu sisi kepada sistem dengan mekanisme dominasi dan
distorsi yang diakibatkannya kepada dunia kehidupan, dan disisi lain kepada
perumusan pemikiran untuk menciptakan tatanan yang lebih bermoral.merumuskan
dua macam rasionalitas, yakni rasionalitas instrumental, yang merupakan bentuk
rasionalitas yang membenarkan sistem penindasan oleh logika sistem administrasi
dan ekonomi kapitalis untuk mencapai efiensi dan efektifitas sebesar-besarnya
demi keuntungan yang bersifat strategik, dan rasionalitas komunikatif, yang
berupaya mewujudkan penciptaan ruang publik kritis dan mempunyai potensi untuk
mencapai emansipasi melalui komunikasi yang bebas dominasi dan setara. Untuk
mudahnya, kita bisa membuat distingsi antara rasionalitas negatif, yakni
rasionalitas instrumental, dan rasionalitas positif, yakni rasionalitas
komunikatif. Akar dari semua permasalahan sosial kontemporer, menurut Habermas,
terletak terjadinya distorsi komunikasi yang diakibatkan oleh logika
rasionalitas instrumental didalam sistem birokrasi pemerintahan dan sistem
ekonomi “merangsek” masuk kedalam dunia kehidupan yang seharusnya bersifat komunikatif".
b)
Teori hegemoni (Antonio Gramsci)
Hegemoni adalah dapat
diartikan sebagai suatu kondisi di mana kelas yang berkuasa mampu mengadakan
kepemimpinan moral dan intelektual (moral and intellectual leadership). Hegemoni
berlangsung secara ideologis (by ideology),
Ideologi dalam pandangan Gramsci tidak hanya dilandasi oleh sistem
ekonomi saja namun tertanam secara dalam dalam semua aktifitas masyarakat. Sehingga, ideologi berartikulasi dalam kehidupan
dengan tidak dipaksakan oleh satu kelompok namun adalah menembus dan diluar
kesadaran. Gramsci menjelaskan bahwa
hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah,
dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan
dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan
masyarakat yang dikuasai. Bentuk-bentuk
persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan dilakukan dengan
penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan
afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat
tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat
birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk
menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa .
c)
Teori Ingatan dan
Sejarah Masa Lalu Manusia, Walter Benjamin (1892-1940)
Menurut Benjamin, masa lalu
dan masa kini memiliki hubungan sekaligus berada dalam sebuah konstelasi, bukan
demi memiliki dirinya sendiri. Masa lalu memiliki potensi sejarah di masa kini
dan masa mendatang. Singkatnya, masa lalu sendiri memiliki arti bagi masa kini.
Sehinga manusia kini selalu harus mampu merajut relasi yang bermakna dengan
pergulatan historis masa lalu dalam wujud sikap solidaritas, yakni kita
berjalan maju dalam sejarah dengan "muka menghadap masa lalu dan punggung
membelakangi masa depan".
Paham atau pemikiran
Benjamin demikian muncul dari refleksi dirinya atas sejarah kehidupan manusia
dalam bentuk kritik dirinya terhadap paham historisisme, yang juga secara khusus
ia kenakan kepada diri Horkheimer yang mengatakan bahwa sejarah manusia adalah
tertutup-closed. Artinya, sejarah kemanusiaan masa lalu sudah tertutup di masa
lalu dan tidak memiliki relevansi apa pun dengan sejarah masa kini.
d)
Teori Keterpisahan Eksistensial
(Erich Fromm)
"Fromm merumuskan
keterpisahan eksistensial ini dalam kecemasan. Ia berusaha mengangkat perasaan
cemas dan kekalutan yang dialami manusia bahwa mereka akan ditinggalkan oleh
orang-orang yang mereka kasihi atau mereka akan lebih dulu meningglkan
orang-orang terkasihnya. Kecemasan akibat keterpisahan eksistensial ini sama
dengan sebuah kesendirian."
Salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan mengatasi keterpisahan itu dengan menenggelamkan diri dalam
keadaan orgiastik. Mereka menghendaki pengalaman trance untuk melepaskan
keterpisahan. Trance ini sendiri bisa melalui dalam diri manusia yakni pada apa
yang disebutnya kondisi terdalam kemanusiaan, spiritualitas, atau rohani. Bisa
juga dengan bantuan alkohol dan obat bius namun sifatnya sementara. Cara lain
adalah melalui aktivitas seksual.
e)
Teori Tindakan
komunikatif (Communicative Action Theory), J.Hebermas
Teori tindakan komunikatif
menyatakan adanya situasi ideal (ideal speech situation) yang memungkinkan
manusia melakukan komunikasi secara terbuka dan setara sebagai basis bagi
terciptanya kesungguhan (sincerity), kejujuran (truthfulness) dan interaksi
yang intelektual (intelligibility).
f)
Framing Analysis
(Erving Goffman 1974)
"Goffman bergeser dari
cara pandang interaksionisme simbolik menuju studi struktur kehidupan sosial
berskala kecil. Ia melakukan kajian atas sekian banyak struktur yang tidak
terlihat dalam masyarakat yang membangun kejadian atau tindakan manusia yang
bermakna. Kerangka (frame adalah prinsip organisasi yang memberi definisi atas
pengalaman kita. Frame memberikan kita asumsi terhadap apa yang kita lihat
dalam kehidupan sosial) "
g)
Public Opinion Theory
(Walter Lippmann 1922)
Istilah “komunikasi massa” yang secara umum kita kenal, pada massa
itu belum dikenal, yang digunakan adalah istilah “public opinion”.
Lippmann juga menyatakan bahwa peran media massa dalam membentuk opini public.
Yang menjadi konsen Lippman adalah kebutuhan akan kebebasan media massa yang
secara normative dan public yang terinformasikan.
h)
Symbolik Interactionalism Theory (Mead)
Menurut
perspektif interaksi simbolik, perilaku manusia
harus di pahami dari sudut pandang subyek. Teori ini memandang bahwa kehidupan
sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.
Inti pada penelitian ini adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan
simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang akan mereka sampaikan dalam
proses komunikasi dengan sesame. Makna yang mereka berikan kepada objek berasal
dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung. Inti
dari teori interaksi simbolik adalah “self”
atau diri. Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari
interaksi sosial individu dengan orang lain ( D. Mulyana, 2001:73 ).
Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat
pada objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu
dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik,
tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau
peristiwa itu). (Arnold M Rose 1974:143 dalam D.Mulyana 2001:72).
Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan
individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam
kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan
objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan .
Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat
dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut
mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi peranan individu
sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan
sosialnya.
Namun, makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat
berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang
berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia)
memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil intrepetasi barunya. Dan hal
tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses
mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut
dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka
lakukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain,
mencari dan memikirkan alternatif kata yang akan ia ucapkan.
Tentunya
masih banyak teori-teori lain, beberapa referensi lain teori yang masuk dalam
mahzab Frankfurt yaitu :
- Ideology and Communication Theory (Stuart Hall)
- Dialectical Differentiation of Emansipathory
- Dialctic of Enlightenment
- Instrumentalisme Political Economy Theory (Gramsci & Adorno)
B.
MAZHAB CHICAGO
Mazhab Chicago adalah Mazhab atau aliran yang
bewrasal dari Amerika Serikat. Mazhab Chicago dengan positivisme empirik
menitikberatkan penelitiannya pada pemecahan masalah kriminal, prostitusi, dan
masalah-masalah lainnya yang timbul akibat industrialisasi dan urbanisasi yang
berlangsung sangat cepat di Amerika.
Pada masa puncaknya kejayaan Mazhab Chicago,
penelitian komunikasi banyak dilakukan dengan metode kuantitatif, antara lain
sebagai akibat dari pendanaan yang disediakan oleh sponsor. Sebagai konsekuensinya, penelitian yang semula merupakan kegiatan
kreatif perorangan menjadi pekerja secara borongan. Penelitan banyak dilakukan
terhadap persuasi, propaganda, dan efek langsung dari media massa pada khalayak.
Penelitian komunikasi dengan penekanan pada efek langsung itu, merupakan
pengaruh model linear dari Shannon dan Weaver.
Aliran
tersebut menyadari bahwa media komunikasi memiliki keperkasaan dalam
mempengaruhi masyarakat. Oleh karena itu media massa perlu melakukan
penyempurnaan secara sinambung agar acaranya, pengolahannya, penyajiannya, dan
penyebarannya menjadi lebih efektif dan efisien.
“aliran empirik menekankan pada efek komunikasi pada khalayak dengan
melakukan analisis isi (content analysis) dalam rangka menarik kesimpulan tentang efek
komunikasi”
1.
Tokoh-Tokoh dalam Mazhab
Chicago
Mazhab
Chicago tokoh-tokohnya adalah Robert Ezra Park, Harold D. Lasswell, Bernard
Berelson, Robert K. Merton, Daniel Lener, Ithiel Da Sola Pool, Wilbur Schramm,
Charles Wright, David Berlo, dan lain-lain.
2.
Teori-Teori yang
tergabung ke dalam Mazhab Chicago
a)
Model Lasswell
Harold Lasswell, dalam artikel
klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering
dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam
saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan pengaruh
seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).
b) Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh
antar pribadi
Teori ini berawal dari hasil
penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa dalam kampanye
pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa proses
stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian
menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi stimulus
respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran
arus informasi dan menentukan pendapat umum.
Teori
dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai
berikut:
1) Individu
tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari
kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
2) Respon
dan rekasi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan
segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan
sosial tersebut.
3) Ada
dua proses yang langsung, yang pertama mengenai penerima dan perhatian, yang
kedua berkaitan dengan espon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap
upaya mempengaruhi atau menyampaikan informasi.
4) Individu
tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai
peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya dapat dibagi atas
mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/enyebaran gagasan dari media,
dan mereka yang sematamata hanya mengandalkan hubungan personil dengan orang
lain sebagai penentunya.
5) Individu-individu
yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media
massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa
didinya berpengaruh terhadap orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber
informasi dan panutan.
c)
Uses and Gratifications Theory (Teori Kegunaan dan Kepuasan)
Teori ini pertama kali
diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan
bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media
tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses
komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di
dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan
alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari
pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu,
dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra
individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat, termasuk struktur media,
menghasilkan (4) berbagai percampuran personal individu, dan (5) persepsi
mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif
untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan, yang menghasikan (7)
perbedaan pola konsumsi media dan (8) perbedaan pola perilaku lainnya, yang
menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat memengaruhi (10) kombinasi karakteristik
intra dan ekstra individu, sekaligus akan memengaruhi pula (11) struktur media
dan berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
d)
Uses and Effects Theory
Pertama kali dikemukakan Sven
Windahl (1979), merupakan sintesis antara pendekatan uses and
gratifications dan teori tradisional mengenai efek. Konsep use
(penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting atau pokok dari pemikiran
ini. Karena pengetahuan mengenai penggunaan media akan memberikan jalan bagi
pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa.
Penggunaan media dapat memiliki banyak arti. Ini dapat berarti exposure
yang semata-mata menunjuk pada tindakan mempersepsi. Dalam konteks lain,
pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang lebih kompleks, dimana isi
terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi, fokus dari teori ini
lebih kepada pengertian yang kedua.
e)
Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan
oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media
memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.
f)
Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa (Dependention of Mass Communication Effect Theory)
Teori ini dikembangkan oleh
Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi
struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek
media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media
massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses
memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan
individu dalam aktivitas sosial.
Secara ringkas kajian terhadap
efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Kognitif, menciptakan atau menghilangkan
ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan
masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
2) Afektif,
menciptakan ketakutan
atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
3) Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau
meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.
g)
The Spiral of Silence Theory (Teori Spiral Keheningan)
Teori the spiral of silence
(spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1976), berkaitan
dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini menjelaskan
bahwa terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi
antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu
tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam
masyarakat.
h)
Stimulus – Respons Teory
Pada
dasarnya merupakan prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi
terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu
kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama
teori ini menurut McQuail (1996):
1)
Pesan (stimulus)
2)
Seorang penerima atau receiver
3)
Efek (respons)
Dalam
masyarakat massa, prinsip S- R mengansumsikan bahwa pesan informasi
dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dalam sekala yang
luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejulah besar
individu, bukan ditujukan kepada orang per orang. Kemudian sejumlah besar
individu itu akan merespons informasi itu.
i)
Information Seeking
Theory
Donohew
dan Tipton (1973), menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan
informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap.
Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari
informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena
informasi itu bisa saja membahayakan.
j)
Information Gaps
Theory
Dalam
membahas efek jangka panjang komunikasi massa, penting dikemukkan pokok bahasan
mengenai celah pengetahuan (information gaps). Latar belakang pemikiran ini
terbentuk oleh arus informasi yang terus meningkat, yang sebagian besar
dilakukan oleh media massa. Secara teoritis peningkatan ini akan menguntungkan
setiap orang dalam masyrakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk
mengetahui apa yang terjadi di dunia untuk memperluas wawasan.
k)
Teori Konstruksi
sosial media massa
Gagasan
awal dari teori ini adalah untuk mengoreki teori konstruksi sosial atas
realitas yang dibangun oleh Peter L Berrger dan Thomas Luckmann (1966, The
social construction of reality. A Treatise in the sociology of knowledge.
Tafsir sosial atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosisologi pengetahuan).
Mereka menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara
simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya
di dalam masyrakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial
tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.
Wardah
Mahaiswa
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar