Kamis, 04 Oktober 2018

Teori Literasi Digital


Paul Gilster pertama kali mengemukakan istilah literasi digital (digital literacy) di bukunya yang berjudul sama (Gilster, 1997 dalam Riel, et. al. 2012: 3). Ia mengemukakan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari (Riel, et. al. 2012: 3).
Pendapat Gilster tersebut seolah-olah menyederhanakan media digital yang sebenarnya terdiri dari berbagai bentuk informasi sekaligus seperti suara, tulisan dan gambar. Oleh karena itu Eshet (2002) menekankan bahwa literasi digital seharusnya lebih dari sekedar kemampuan menggunakan berbagai sumber digital secara efektif. Literasi digital juga merupakan sebentuk cara berpikir tertentu.
Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi informasi menyebarluas pada dekade 1990an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring.
Secara sederhana literasi komputer diartikan sebagai alat bagi organisasi, komunikasi, penelitian dan pemecahan masalah. Shapiro dan Hughes (1996) mengemukakan bahwa literasi komputer terdiri dari tujuh komponen yaitu sebagai berikut.
  1.   Literasi alat – kompetensi menggunakan piranti lunak dan keras.

2.   Literasi sumber – pemahaman tentang berbagai sumber bentuk, akses dan informasi
3. Literasi sosial-struktural – pemahaman mengenai cara produksi dan manfaat informasi secara social
4. Literasi penelitian – penggunaan teknologi informasi untuk penelitian dan pengetahuan
5.   Literasi penerbitan – kemampuan berkomunikasi dan menerbitkan informasi
6.   Literasi teknologi baru – pemahaman mengenai perkembangan teknologi informasi
7.   Literasi kritis – kemampuan untuk mengevaluasi manfaat teknologi baru.



Literasi informasi dipelopori oleh para pustakawan untuk merumuskan penggunaan baru perpustakaan. SCONUL (Society of College, National, and University Libraries) di UK (SCONUL, 2006 dalam Martin, 2008), menyebutkan literasi informasi menyangkut tujuh aspek berikut.
1.     Mengenali informasi yang dibutuhkan
2.     Menentukan cara untuk menyelesaikan kesenjangan informasi
3.     Mengkonstruksi strategi untuk mendapatkan informasi
4.     Mencari dan mengakses
5.     Membandingkan dan mengevaluasi
6.     Mengorganisir, melaksanakan dan berkomunikasi
7.     Meringkas dan menciptakan
Jika kita perhatikan, literasi komputer lebih banyak berdimensi keterampilan fisik seperti kemampuan mengunakan alat-alat dan mengetahui sumber-sumber informasi. Sedangkan literasi informasi lebih cenderung ketrampilan mental untuk memahami dan memproduksi informasi baru.
Berbasis pada literasi komputer dan informasi, Bawden (2001) menyusun konsep literasi digital. Lebih komprehensif dibandingkan Glitser (1997), Bawden, (2001) menyebutkan bahwa digital literasi menyangkut beberapa aspek berikut ini.
1.     Perakitan pengetahuan yaitu kemampuan membangun informasi dari berbagai sumber yang terpercaya
2.     Kemampuan menyajikan informasi termasuk di dalamnya berpikir kritis dalam memahami informasi dengan kewaspadaan terhadap validitas dan kelengkapan sumber dari internet.
3.     Kemampuan membaca dan memahami materi informasi yang tidak berurutan (non sequential) dan dinamis
4.     Kesadaran tentang arti penting media konvensional dan menghubungkannya dengan media berjaringan (internet)
5.     Kedadaran terhadap akses jaringan orang yang dapat digunakan sebagai sumber rujukan dan pertolongan
6.     Penggunaan saringan terhadap informasi yang datang
7.     Merasa nyaman dan memiliki akses untuk mengkomunikasikan dan mempublikasikan informasi
Jika menilik pendapat Bawden (2001) di atas maka digital literasi lebih banyak dikaitkan dengan ketrampilan teknis mengakses, merangkai, memahami dan menyebarluaskan informasi.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Buckingham (2007) yang mengikuti pola komponen-komponen literasi media yang sebelumnya telah berkembang luas. Ia menyatakan bahwa digital literasi juga berkaitan dengan empat komponen penting yaitu: representasi, bahasa, produksi dan khalayak. Satu per satu akan dibahas berikut ini (Buckingham, 2007: 47-49).
1.     Representasi: sebagaimana media lain, media digital merepresentasikan dunia bukan semata-mata merefleksikan dunia itu sendiri. Beberapa bagian dalam media digital adalah hasil intrepretasi dan seleksi atas kenyataan.
2.     Bahasa: individu tidak saja dituntut mampu berbahasa namun juga memahami aneka kode dan konvensi pada berbagai genre konten. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk memahami berbagai retorika fungsi bahasa seperti persuasi, eufimisme, hiperbola dsb.
3.     Produksi: literasi juga berkaitan dengan pemahaman mengenai siapa yang berkomunikasi kepada siapa dan mengapa. Hal ini berkaitan dengan motif komunikasi sehingga khalayak dapat memahami ‘keamanan’ konten.
4.     Khalayak: hal ini terkait dengan posisi khalayak yaitu pemahaman tentang bagaimana media menempatkan, menarget dan merespon khalayak termasuk di dalamnya cara-cara media digital mendapatkan informasi dari khalayak berkaitan dengan isu privasi dan keamanan pengguna.
Topik-topik literasi digital yang disampaikan oleh Buckingham (2007) menekankan pemahaman konten digital dan kemampuan khalayak memeriksa keamanan dan privasi penggunaan media digital.
Pandangan lain dikemukakan oleh Martin (2008) yang menyatakan bahwa literasi digital merupakan gabungan dari beberapa bentuk literasi yaitu: komputer, informasi, teknologi, visual, media dan komunikasi. Soal literasi komputer dan informasi telah dikemukakan di atas. Berikut ini satu per satu dibahas berbagai bentuk literasi lain.
Literasi teknologi (Dakers, 2006 dalam Martin, 2008) didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan, mengelola dan memahami teknologi. Literasi teknologi adalah kemampuan menggunakan teknologi yang melibatkan pengetahuan mengenai faktor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan sistem operasi teknologi. Hal ini meliputi pengetahuan mengenai sistem makro, adaptasi manusia terhadap teknologi, prilaku sistem. Ketrampilan ini juga menyangkut kemampuan menjalankan seluruh aktivitas teknologi secara efisien dan tepat.
Konsep lain yang digunakan untuk menyusun konsep literasi digital adalah literasi media. Literasi Media terdiri dari serangkaian kompetensi komunikasi termasuk kemampuan mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk pesan tercetak dan tidak tercetak (The Alliance for a Media Literate America dalam Martin, 2008).
Agak mirip dengan literasi media, Martin (2008) juga mengelaborasi literasi komunikasi sebagai pembentuk literasi digital. Literasi komunikasi diartikan sebagai kemampuan berkomunikasi efektif secara individual atau kerja kolaboratif dalam kelompok dengan menggunakan teknologi penerbitan (piranti lunak teks, basis data, lembar kerja, alat gambar dsb), internet, dan alat elektronik dan komunikasi yang lain (Winnipeg School Division dalam Martin, 2008).


Ketrampilan lain yang menjadi dimensi literasi digital adalah literasi visual. Ini adalah kompetensi pengelihatan manusian yang dikembangkan dari kemampuan melihat yang diintegrasikan dengan pengalaman inderawi. Kemampuan ini membuat manusia dapat membedakan dan mengintrepretasikan seluruh tindakan, obyek, simbol terlihat yang alamiah maupun buatan manusia yang terjadi di lingkungan sekitar. Penggunaan ketrampilan ini secara kreatif membuat manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain. Sedangkan penggunaan ketrampilan ini secara apresiatif membuat seseorang dapat memahami dan menikmati karya komunikasi visual. (Visual Literacy Association dalam Martin, 2008).
Menilik enam ketrampilan literasi dasar tersebut, komputer, informasi, teknologi, media, komunikasi dan visual, maka Martin (2008) merumuskan beberapa dimensi literasi digital berikut ini.
1.     Literasi digital melibatkan kemampuan aksi digital yang terikat dengan kerja, pembelajaran, kesenangan dan aspek lain dalam hidup sehari-hari.
2.     Literasi digital secara individual bervariasi tergantung situasi sehari-hari yang ia alami dan juga proses sepanjang hayat sebagaimana situasi hidup individu itu.
3.     Literasi digital dibentuk oleh namun lebih luas dari literasi teknologi komunikasi informasi.
4.     Literasi digital melibatkan kemampuan mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan, teknik, sikap dan kualitas personal selain itu juga kemampuan merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi tindakan digital sebagai bagian dari penyelesaian masalah/tugas dalam hidup.
5.     Literasi digital juga melibatkan kesadaran seseorang terhadap tingkat literasi digitalnya dan pengembangan literasi digital.
Lebih lanjut Martin (2008) setuju bahwa literasi digital bersifat berjenjang sebagaimana diungkapkan oleh Mayes dan Fowler (2006). Gambar berikut ini menunjukan penjejangan tersebut. Pada literasi digital tingkat satu, kompetensi digital, seseorang harus menguasai kemampuan dasar, konsep, pendekatan dan tindakan ketika berhadapan dengan media digital. Pada tingkat dua, penggunaan digital, seseorang dapat menerapkan aplikasi untuk tujuan produktif/profesional misalnya menggunakan media digital untuk bisnis, pengajaran, kampanye sosial dsb. Sedangkan di tingkat teratas, transformasi digital, seseorang mampu menggunakan media digital untuk melakukan inovasi dan kreatifitas bagi masyarakat luas.
Gambar 1.
Tingkat Literasi Digital

Sumber: Lankshear dan Knobel 2008, 167
Pendapat Martin (2008) ini menunjukan bahwa literasi digital merupakan ketrampilan yang bersifat multi dimensi. Seseorang dapat menguasai literasi digital secara bertahap karena satu jenjang lebih rumit daripada jenjang sebelumnya. Kompetensi digital mensyaratkan literasi komputer dan teknologi. Namun untuk dapat dikatakan memiliki kompetensi literasi digital maka seseorang harus menguasai literasi informasi, visual, media dan komunikasi.
Riel et al (2012) sependapat dengan ahli sebelumnya yang menyatakan bahwa literasi digital bersifat multi dimensi. Namun berbeda dengan Martin (2008), ia menjelaskan bahwa literasi digital bersifat klasifikasi horisontal bukan vertikal. Literasi digital dikemukakan beberapa kelompok kemampuan sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Klasifikasi Literasi Digital

Komponen literasi media yang disampaikan oleh Riel et al (2012) ini berupaya mengakomodir aspek dari digital media yang tak saja baru secara teknis tapi juga menghadirkan logika komunikasi yang sangat interaktif yang cukup berbeda dengan media konvensional seperti media cetak dan penyiaran.
Interaksi di media digital tidak saja membutuhkan kemampuan teknis mengakses teknologi tapi juga memahami konten, fungsi aktif dan interaktif memproduksi pesan. Lebih dari itu interaksi di media digital membawa konsekuensi terhadap keamanan diri, privasi, konsumsi berlebihan, menyikapi perbedaan.
Konsep dan dimensi literasi digital yang dikemukakan oleh Riel et al (2012) bermuatan teknologis, psikologis dan sosial. Sehingga dapat dipahami bahwa literasi digital adalah bentuk ketrampilan yang kompleks dan menyangkut ketrampilan baru yang harus dimiliki manusia berhadapan dengan lingkungan digital saat ini.